Bagi Yang Ingin Menjadi Anggota Dewan.
Kemarin, 27 Februari 2012, saya mengikuti Dialog Kebangsaan untuk Kemandirian Bangsa yang diadakan di Baruga A. P. Pettarani, Unhas, Makassar. Dialog tersebut dihadiri oleh 4 pembicara nasional dan 1 pembicara lokal. Pembicara nasional tersebut adalah Anis Matta (Wakil Ketua DPR RI FPKS), Akbar Faisal (Anggota DPR RI FHANURA), Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), dan Jumain Appe (Sekretaris BPPT RI). Sementara itu, pembicara lokal adalah Alwy Rahman (Kepala LEPHAS Unhas). Ke-5 pembicara tersebut tampil terpisah dan membawakan topik dialog yang berbeda pula. Anis Matta (pembicara I) membawakan topik tentang masalah dalam upaya pencapaian kemandirian bangsa; Jumain Appe (pembicara II) berbicara tentang kemandirian energi. Akbar Faisal (Pembicara III) berorasi tentang realita permasalahan hukum dan HAM di Indonesia; Alwy Rahman (Pembicara IV) terkait dengan refleksi 14 tahun reformasi; dan Din Syamsuddin (Pembicara V) mengulas tentang kemandirian bangsa dalam perspektif kenegaraan dan agama.
Dari sekian banyak ulasan dan gagasan yang disampaikan oleh semua pembicara, paling tidak ada 2 hal yang sangat membuat saya tercengan sekaligus menggelitik pikiran saya.
- Indonesia, menurut Anis Matta, merupakan bangsa yang besar. Hal ini dapat diukur dari 2 aspek besar yaitu aspek demokrasi dan pembangunan. Ke-2 hal ini seringkali dijadikan sebagai tolok ukur kemajuan suatu bangsa. Hal ini berarti bahwa ke-2 hal ini harus diselenggarakan secara sinkron dan bermutu. Akan tetapiIndonesia sekarang ini sedang mengalami ketidaksinambungan sejarah (history discontinuity). Sebagai contoh, pada saat Orde Lama berkuasa, demokrasi begitu dijunjung tinggi sehingga banyak partai yang terbentuk. Namun, pembangunan saat itu begitu minim. Lain halnya pada saat Indonesia dipimpin oleh Soeharto (Orde Baru). Pada orde ini, justru demokrasi begitu dikekang dan pembangunan begitu jor-joran dilakukan oleh pemerintah. Tentunya, sebagai orang yang cerdas dan berakal, seharusnya pada zaman reformasi terjadi perubahan yang signifikan di ke-2 aspek tersebut dimana kehidupan berdemokrasi dipermantap dan pada saat yang sama pembangunan di segala bidang juga diperkuat. Akan tetapi, menurut Anis Matta, ternyata kenyataannya jauh panggang dari api. Kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Demokrasi semakin tidak jelas karena adanya pemaksaan pendapat yang seringkali berakhir dengan kericuhan dan pembangunan pun terkesan setengah-setengah. Justru yang meningkat adalah angka korupsi. Apa yang menjadi penyebab dari kondisi ini? Salah satu penyebabnya adalah proses rekruitmen anggota dewan yang sangat buruk dalam Pemilu yang dilakukan. Menurut Anis Matta, paling tidak ada 4 hal yang harus dimiliki oleh seseorang yang berkeinginan menjadi seorang anggota dewan yaitu 1) Integritas 2) Kompetensi 3) Popularitas 4) Sumber Daya. Ke-4 hal ini harus dimiliki oleh manusia Indonesia jika ingin berkiprah di gedung hijau di Senayan. Akan tetapi, jika dilihat di Pemilu, ke-4 hal ini bukanlah hal yang penting. Banyak orang yang tidak memiliki kompetensi, tetapi dipaksakan untuk menjadi seorang wakil rakyat. Akibatnya dia tidak tahu dengan masalah yang sedang dihadapi bangsa apalagi sampai memberikan solusi atas masalah itu. Terkait fakta ini, Akbar Faisal bercerita, ada seorang anggota dewan dari komisi yang mengurusi tentang perempuan. Pada saat ditanya oleh juru warta, "Bu, bagaimana dengan permasalahan trafficking (perdagangan perempuan) di Indonesia?". Dengan enteng anggota dewan itu menjawab, "Oh..maaf itu bukan urusan saya, tetapi urusan Kementerian Perdagangan". Hehehehe. Untung dia nggak bilang itu urusan Kementerian Perhubungan karena ada traffic-traffic nya.Kacau-balau dah kalo udah kayak gini..! Kok anggota dewan kualitasnya seperti itu? Ini berarti bahwa sedikit banyak apa yang disampaikan oleh Anis Matta tentang rekruitmen yang tidak memuaskan adalah benar adanya.
- Ternyata Indonesia adalah negara yang tidak lama lagi akan memulai era keemasannya.Betapa tidak...angka-angka menyebutkan bahwa di Indonesia, menurut data Bank Dunia, ada locatan besar pertumbuhan masyarakat kelas menengah baru (pengeluaran sehari antara 2 - 20 dolar per hari) menjadi 130 juta orang. Selain itu, data menyebutkan bahwa Indonesia termasuk 19 negara yang memiliki PDB yang menembus angka 1 triliun dolar. Lebih jauh lagi, pada tahun 2025 diprediksi bahwa Indonesia akan menyumbang peningkatan kelompok menengah baru ke-4 di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Income perkapitanya pun tergolong tinggi yakni mencapai 3000 dolar. Namun, mengapa semua data ini seakan menjadi data semu? Data-data tersebut ternyata tidak mencerminkan kehidupan riil yang ada di masyarakat. Intinya adalah ekonomi bukanlah sekedar angka-angka yang dibacakan, tetapi lebih kepada apa yang dirasakan. Memang benar adanya dengan data-data tersebut, akan tetapi masyarakat ternyata tidak bisa merasakan positif impact dari data-data tersebut. Mengapa seperti itu? Masih menurut Anis Matta, data-data di atas mayoritas disumbangkan oleh pihak-pihak swasta instead of government. Pemerintah yang menjadi harapan terbesar dari rakyat agar bisa hidup lebih baik ternyatabelum bisa menjalankan tugasnya dengan baik pula. Terlalu lambat...! Terlalu sibuk dengan urusan yang tidak penting...! Pergerakan dan gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak mampu melawan akselerasi kecepatan pasar dan perubahan dalam civil society. Ini pulalah yang menjadikan pemerintah kelabakan dalam menghadapi gejolak-gejolak yang muncul dari rakyatnya. Sekali lagi, kecepatan pemerintah terlalu lambat dibandingkan akselerasi perubahan yang dialami oleh pasar dan civil society.
So, apa yang harus dilakukan? Janganlah berpikir terlalu jauh untuk membentuk pemerintahan yang kuat, tetapi marilah berpikir dan bertindak untuk menciptakan pemerintahan yang cerdas. Not strong government, but smart government...! Kita membutuhkan pemerintahan yang cerdas sehingga dapat mengelola investasi asing demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; kita butuh smart government yang dapat menjalankan roda pemerintahan agar bisa mengimbangi perubahan-perubahan yang terjadi; kita butuh pemerintahan yang cerdas agar kita bisa menjadi bangsa yang MANDIRI.
Komentar
Posting Komentar