Aku Diliput, Maka Aku Ada!!
Sekilas, judul di atas terlihat nyeleneh.
Aku diliput, maka aku ada. Hehe. Yah, teman-teman sudah bisa menerkanya
bahwa judul di atas adalah pelintiran dari kata-kata terkenal dari
filsuf kenamaan asal Perancis, Rene Descartes. Filsuf ini mengatakan
bahwa “Aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum)“. Maksud
kalimat ini adalah untuk mengatakan bahwa satu-satunya hal yang pasti di
dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa
dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri. Saya bukan
filsuf. Karenanya, saya tidak berpolemik tentang makna kata-kata
Descartes tersebut yang bagi sebagian orang masih kontroversi.
Aku diliput, maka aku ada.
Saya membaca kalimat ini dari salah satu tweet Bang Budiman Sudjatmiko
(BS). Saya sontak tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala. Intinya,
beliau menyatakan bahwa tren orang dikatakan bekerja sekarang adalah
saat orang itu terlihat bekerja di depan kamera. Sedangkan, orang-orang
yang bukan “media darling“, maka bisa dianggap tidak bekerja dan tidak ada karyanya.
Sejatinya, apa yang disampaikan BS di
atas memang sebuah fakta yang sedang tersaji di hadapan kita sekarang.
Karena itu, para politisi ramai-ramai melakukan pedekate kepada
media-media tertentu agar segala kerjanya bisa diliput. Maka,
beruntunglah para politisi/pejabat/menteri yang memiliki afiliasi dengan
media tertentu. Paling tidak, media tersebut akan menjadi corong atas
segala upaya/kebijakan yang diambilnya.
Terkait dengan hal ini, kita mengenal
beberapa media yang dimiliki oleh kader partai tertentu. Sebut saja,
Surya Paloh dengan Metro TV nya, Keluarga Bakrie dengan TVOne &
AnTV, dan Harry Tanoesoedibyo dengan MNC Grupnya.
Kekuatan media sekarang memang sangat
vital dalam kehidupan berdemokrasi. Sebagai pilar ke-4, media pers
menjadi salah satu pendukung dalam memenangkan persaingan menuju garis
finish di negeri ini. Bahkan, tidak berlebihan jika salah satu pakar
(saya lupa namanya) yang mengatakan bahwa “Jika ingin berkuasa di sebuah negeri, maka kuasailah dulu media utama di negeri itu”.
Aku diliput, maka aku ada…!
Dengan kalimat ini, maka sungguh sangat
kasihan para pajabat yang sebenarnya bekerja dengan ikhlas untuk
memajukan daerah/negerinya, tetapi seakan-akan tidak dianggap bekerja
hanya karena informasi yang tersedia sangat minim. Sebaliknya, mungkin
saja orang-orang yang bekerjanya sedikit, namun karena kekuatan media,
maka apa yang dilakukannya menjadi sangat booming. Ironisnya, kita sebagai rakyatpun kadang ikut masuk dalam judge subjektif seperti ini.
Lantas?
Selayaknya memang setiap pejabat publik
dapat memiliki akses ke media demi semangat transparansi. Jika memang
susah, saya kira langkah yang diambil Jokowi-Ahok untuk mengunggah
kegiatannya ke Youtube bisa menjadi salah satu alternatif agar rakyat
juga bisa tahu apa yang sudah kita kerjakan. Majalah-majalah pemerintah
seharusnya diintensifkan, bahkan sampai tingkat kabupaten. Website
lembaga pun harus dipoles sedemikian rupa agar bisa memberikan
informasi terbaik kepada warganya. Tentunya bukan untuk pamer kinerja,
tetapi agar rakyat lebih tahu apa yang telah dan sedang dikerjakan
pemimpinnya.
Salam.
Komentar
Posting Komentar