Banyaknya Libur Akademik bagi Mahasiswa di USA
Siapa tidak suka dengan yang namanya
‘LIBUR’? Hampir semua orang yang memiliki rutinitas dalam hidupnya dapat
dipastikan menunggu-nunggu datangnya libur. Bagi pekerja kantoran, baik
swasta maupun negeri, libur adalah momen terindah yang bakal digunakan
sebaik mungkin untuk melepas penat karena kerja seabrek. Bagi kepala
keluarga, libur akan memberikan ruang untuk berkumpul dan bermain
bersama keluarga. Apalagi untuk para pelajar, baik yang berstatus siswa
maupun mahasiswa. Bagi golongan pelajar, libur adalah sesuatu yang
sangat membahagiakan. Betapa tidak, setelah otak dijejali berbagai macam
teori, bermacam rumus dan bertumpuk-tumpuk tugas kuliah, kesempatan
untuk menyegarkan kembali otak pun terbuka dengan datangnya libur.
Di Amerika Serikat, bagi para pelajar,
entah masih dalam status siswa dan mahasiswa, jumlah libur yang
dinikmati dalam 1 tahun kalender akademik ternyata cukup banyak. Saya
belum tahu apa dasar dari jumlah libur yang menurut saya terlampau
banyak tersebut karena saya belum pernah bercakap langsung dengan
pimpinan tertinggi universitas di tempat saya belajar. Namun, yang bisa
dipastikan bahwa salah satu tujuan pemberian libur adalah untuk
merefresh otak siswa atau mahasiswa yang selama rentang waktu tertentu
dibebani banyak tekanan akademis.
Libur yang saya maksudkan di atas adalah
libur akademik, bukan public holiday. Artinya, libur ini hanya
diberikan kepada para pelajar, tetapi tidak untuk perkantoran. Di USA
sendiri jumlah public holiday
setiap tahun berjumlah 10 hari di antaranya Independence Day,
Thanksgiving dan Birthday of Marthin Luther King Jr. Memang cukup
sedikit jika dibandingkan dengan di Indonesia yang jumlah libur
nasionalnya dalam setahun mencapai 18 hari. Belum lagi ditambah Hari
Terjepit Nasional. Hehe.
Namun, jika kita berbicara libur
akademik, maka para pelajar, khususnya mahasiswa, akan merasa iri dengan
jumlah libur akademik yang ada di sini. Paling tidak itu yang saya
rasakan di institusi tempat saya berjuang sekarang.
Sebagai gambaran, setiap peralihan musim pasti akan diawali dengan adanya libur, sehingga kita mengenal fall break, winter break, spring break, dan winter break. Jika merujuk pada kalender akademik di sini, maka dapat kita lihat bahwa :
- Fall break = jumlah libur sekitar 2 hari
- Winter break = jumlah libur sekitar 3 minggu (dirangkaikan dengan libur Natal dan Tahun Baru)
- Spring break = jumlah libur 1 minggu
- Summer break = jumlah libur sekitar 3 - 3,5 bulan-an (jika kita tidak mengambil kelas summer)
Selain itu, walaupun Thanksgiving Day resminya hanya 1 hari, namun untuk mahasiswa diberikan bonus off
sekitar 3 hari. Belum lagi jika si mahasiswa membuat libur sendiri
karena memang tidak ada kewajiban untuk hadir dalam setiap perkuliahan. Kalo pengen datang silahkan, jika tidak ya monggo.
Di Indonesia, selama saya menjadi
mahasiswa, libur akademik hanya di akhir setiap semester. Libur semester
ganjil sekitar 2 minggu dan libur semester genap sekitar 2 bulan.
Itupun jika bapak dan ibu dosen tidak menunda-nunda ujian akhir
semester. Belum lagi jika pengurusan KRS masih manual. Belum genap libur
selesai, sudah harus kembali ke kampus demi berburu tanda tangan
penasehat akademik. Akhirnya, total libur semester yang seharusnya
sekitar 2 bulan akhirnya cuma ‘bersih diterima’ sekitar 1 bulan. Hehe.
Berbeda dengan kondisi di sini yang begitu mentaati kalender akademik
yang telah dibuat. Belum lagi segala pengurusan administrasi yang bisa
dilakukan secara online, sehingga tidak perlu mengurangi jatah libur hanya untuk pengurusan KRS.
Pertanyaan sekarang adalah apakah jumlah
libur akan berkorelasi secara langsung dengan tingkat stres mahasiswa?
Jika jawabannya iya, berarti asumsinya adalah mahasiswa di USA lebih fresh/
relaks dalam berkuliah. Namun, kenyataannya banyak pelajar di USA yang
kemudian menjadi stres, bahkan sampai menembaki teman-temannya seperti
berita-berita yang ada. Namun, jika jawabannya tidak, maka asumsi di
paragraf pertama tulisan ini menjadi tertolak. Bagi saya pribadi,
pemberian libur untuk menyegarkan kembali otak-otak kita memang sangat
diperlukan. Namun, hal ini tidak akan berdampak besar jika tidak
dibarengi oleh sistem pengajaran yang mengedepankan aspek humanitas para
pelajar. Ironisnya, itulah yang sering terjadi di negeriku yang
tercinta.
Salam.
Komentar
Posting Komentar