Bersih-bersih Setengah Hati Ala SBY

Akhirnya pertahanan Anas Urbaningrum jebol juga. Segala hak dan kewajiban yang melekat kepadanya dalam kapasitas sebagai ketua umum Partai Demokrat (PD) telah dikebiri. Anas harus merelakan langkah “penyelamatan” partai yang diambil oleh SBY. Anas telah masuk kotak.

Dengan alasan yang bagi saya terlalu naif, SBY mengambil alih segala tugas dan fungsi ketua umum dari seorang Anas. Walaupun belum ditetapkan sebagai tersangka, SBY sudah mewanti-wanti Anas agar memfokuskan diri untuk menghadapi segala tuduhan yang dialamatkan padanya, terutama oleh Nazaruddin.

Survey yang dirilis Saiful Mujani Research Center (SMRC) - yang menyatakan bahwa suara PD hanya 8% jika pemilu diadakan saat sekarang - menjadi senjata ampuh bagi SBY untuk mendepak Anas dari kursi ketum. SBY dan orang-orang di belakangnya berkeyakinan bahwa elektabilitas PD yang hanya 8% disebabkan oleh citra Anas yang sudah sangat buruk di mata masyarakat. Alhasil, demi menjaga kans PD di pemilu tahun depan, SBY selaku ketua Majelis Tinggi PD berkeputusan untuk melakukan langkah “bersih-bersih” di internal PD. Salah satunya dengan menggusur Anas. Ironisnya, Anas hanya pasrah dan tidak melakukan perlawanan atau pembelaan.

Biar bagaimanapun, Anas belumlah menjadi tersangka. Memang citranya sudah terlanjur rusak setelah dibombardir oleh berbagai isu yang dituduhkan kepadanya. Namun, alangkah sangat naif bangsa ini jika setiap orang yang baru diisukan menerima uang haram sudah harus didepak tanpa ada klarifikasi terlebih dahulu melalui status penetapannya sebagai tersangka. Namun, keputusan telah diambil dan Anas sepertinya legowo.

Akan tetapi, berangkat dari logika di atas, saya melihat bahwa acara “bersih-bersih” yang digagas SBY di internal PD terkesan sangat setengah hati dan penuh konspirasi. Mengapa? Jika saja kita mengambil dasar bahwa Anas harus segera dilengserkan karena “diisukan” menerima uang haram dari proyek Hambalang, maka bagaimana dengan beberapa nama lain yang ternyata juga disebut-sebut Nazaruddin dalam persidangan? Bagaimana dengan Nama Ignatius Mulyono? Bagaimana dengan nama Saan Mustopa? Mirwan Amir? Atau dengan Edhie Baskoro Yudhoyono?  Mengapa mereka juga tidak masuk dalam program bersih-bersih SBY, padahal Nazaruddin sudah menyebut dengan jelas nama-nama mereka. Nama-nama ini juga sudah mengambil peranan yang tidak kecil terhadap jebloknya elektabilitas PD. Bukan semata-mata karena Anas.

Intinya, jika memang ingin “bersih-bersih”, janganlah setengah hati. Bersihkan semua yang berpotensi merusak PD entah itu karena isu korupsi (Anas, Mirwan Amir, Ibas, Ignatius Mulyono, Saan Mustopa) atau karena kelakuannya yang membuat masyarakat muak (Ruhut Sitompul dan Sutan Batoegana). Elektabilitas PD anjlok bukan hanya disebabkan oleh Anas, tetapi justru kader-kadernya pun mengambil peranan yang tidak kecil untuk merusak citra PD. Ataukah para kader itu memang berkeinginan suara PD semakin turun agar bisa menjadi alasan tepat untuk segera menjatuhkan Anas? Bisa saja.

Dari fakta-fakta ini jelaslah bahwa program “bersih-bersih” SBY hanya sebagai kedok demi untuk mengambil alih jabatan ketum PD menjelang pemilu 2014.

Bersih-bersih kok setengah-setengah.

Salam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Haha, Hihi, Huhu, Hehe, Hoho

Tentang Mutasi dan Varian Baru Virus COVID-19

Gagal Terpilih, Antipsikosis Menanti