Masjid dan Saldo Kas Puluhan/Ratusan Juta Rupiah
Seperti yang kita ketahui bersama,
sebelum shalat Jum’at dimulai, biasanya pengurus masjid akan membacakan
kondisi keuangan masjid tersebut dalam seminggu terakhir. Pemasukan dan
pengeluaran mingguan disampaikan secara detail sehingga para jamaah yang
selalu menyisihkan rezekinya di kotak amal masjid tersebut bisa
mengawasi penggunaan dana amal yang mereka sisihkan itu. Rata-rata
setiap masjid yang pernah saya datangi untuk sholat Jum’at memiliki
poin-poin pemasukan dan pengeluaran yang sama. Untuk pemasukan, paling banter
adalah kotak amal dan sumbangan dari para dermawan. Adapun untuk
pengeluaran, biaya rutin seperti uang kebersihan, uang honor pengurus
dan penceramah, dan uang perbaikan sarana yang rusak mendominasi laporan
pengeluaran kas masjid.
Setelah detail lalu lintas keuangan dibacakan, akhirnya pengurus masjid membacakan saldo kas masjid. Nah,
di sinilah yang menjadi salah satu perbedaan di antara banyak masjid
yang berdiri. Mengapa? Karena ada masjid yang memiliki saldo kas yang
jumlahnya ratusan juta rupiah, ada yang puluhan juta rupiah, belasan
juta rupiah, ada yang tidak sampai 10 juta rupiah, bahkan ada yang
sejuta saja tidak cukup. Di beberapa kampung yang pernah saya singgahi
untuk sholat, bahkan ada yang saldo kas masjidnya tidak sampai 500 ribu
rupiah.
Sepintas, tidak ada yang salah dengan
adanya kesenjangan saldo kas ini. Mungkin akan ada yang mengatakan bahwa
para jamaah di masjid di kampung sedikit dan pelit-pelit sehingga kotak
amal yang menjadi salah satu pemasukan masjid sedikit. Sebaliknya, di
kota-kota besar, di mana masjidnya berukuran jumbo, megah, dan indah,
jumlah jamaahnya berlimpah-ruah dan rata-rata orang kaya sehingga kotak
amal yang dijalankan pun akan selalu terisi dengan jumlah yang besar.
Namun, di sinilah letak ironi yang
terjadi. Biar bagaimanapun, masjid adalah pusat pengembangan peradaban
dan kehidupan sosial masyarakat. Akan menjadi sangat kontras saat kita
mendengarkan laporan saldo kas masjid yang memuat jumlah puluhan, bahkan
ratusan juta rupiah, tetapi di saat yang sama, ada banyak keluarga
miskin di sekitar masjid yang hidup tidak berkecukupan, ada banyak
masjid yang tidak memiliki cukup dana untuk memperbaiki
kerusakan-kerusakan sarananya, dan ada banyak anak-anak putus sekolah
yang hanya mampu menatap teman-temannya berseragam sekolah. Bahkan, para
pengurus terkesan berlomba-lomba siapa yang memiliki saldo kas paling
besar.
Maksud saya adalah daripada saldo kas
bernilai besar itu dibiarkan diam dalam jangka waktu lama, kenapa tidak
dimanfaatkan untuk mendukung geliat kehidupan ekonomi sosial masyarakat
di sekitarnya. Bagi saya, jumlah saldo yang besar tidak memberi makna
yang baik saat dibiarkan diam, tanpa diberdayakan. Saya justru akan
sangat respek kepada para pengurus masjid yang saldo kasnya relatif
kecil, bukan karena sumbangannya kecil, tetapi karena dana tersebut
langsung dialihkan untuk menyokong kehidupan masyarakat di sekitar
masjid itu. Toh, para jamaah yang telah menyisihkan rezekinya hanya berharap agar rezekinya itu dimanfaatkan demi kemaslahatan umat.
Saya seringkali miris saat ada orang
yang mengaku pengurus masjid atau pengurus panti asuhan yang datang
mengetok pintu untuk mengedarkan list bantuan dana untuk
pembangunan masjidnya atau biaya operasional pantinya. Di saat yang
sama, masjid megah yang berdiri di kota yang sama, dengan ‘bangga’nya
membacakan bahwa saldo kas masjid itu bernilai ratusan juta rupiah.
Menyikapi kondisi ini, saya membayangkan
adanya subsidi silang yang terjadi antara masjid dengan jumlah saldo
kas yang besar dengan masjid yang “hidup segan mati tak mau”
itu karena kekurangan sumber dana. Saya berharap agar tidak ada lagi
masjid yang bersaldo besar, tetapi di sekelilingnya masih banyak
keluarga yang hidup menderita. Saya pun akan sangat bangga dan angkat
topi tatkala pengurus masjid membacakan detail pengeluaran dalam
seminggu misalnya, membantu pembangunan masjid A, membantu biaya sekolah
anak dari keluarga B, membelikan alat pancing untuk bapak C, atau
memberikan beberapa peralatan operasional untuk panti asuhan D.
Mungkin ada yang menyatakan bahwa dana
itu kan dipersiapkan jika nanti ada renovasi masjid yang membutuhkan
dana besar. Menyikapi pernyataan ini, justru di sinilah letak
kemanfaatan subsidi silang antar masjid. Saat masjid X butuh, maka
masjid Y membantu. Saat masjid Y butuh, masjid X bantu. Belum lagi
dengan jumlah jamaah yang besar, dana renovasi itu bisa terkumpul dengan
mudah melalui kotak amal dan sumbangan para dermawan.
Masjid bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup warga sekitar. Jadi, masjid tidak hanya bertanggung
jawab sebagai tempat membangun kondisi rohani, tetapi juga memiliki
tanggung jawab besar untuk menopang kehidupan warga sekitar masjid. Di
Indonesia, dimana masjid ditemukan dengan mudahnya di berbagai pelosok,
maka konsep ini secara drastis akan mengurangi jumlah penduduk miskin.
Masjid wajib menyusun program peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Dana jamaah yang setiap waktu masuk dan dihimpun, seyogyanya
dimanfaatkan untuk memajukan taraf hidup masyarakat, tidak hanya
dibiarkan diam untuk dibacakan setiap minggunya.
Ke depan, dengan konsep ini, kita tidak
akan lagi menemukan para pengurus masjid atau pengurus panti yang harus
berpanas-panas diri untuk door to door menghimpun dana
masyarakat. Mereka cukup menyampaikan permasalahan mereka ke lembaga
rembug masjid atau sejenisnya. Bagi masjid yang punya saldo dan jamaah
besar serta belum ada rencana renovasi, wajib segera membantu. Pun kita
berharap tidak ada lagi ditemukan keluarga miskin di sekitar lingkungan
masjid. Untuk hal ini, masjid harus membentuk pengurus yang membidangi
masalah ini. Mereka harus memonitor siapa-siapa warga sekitar yang butuh
bantuan dana. Jika ada, langsung dicarikan jalan keluar demi untuk
membantu warga yang kurang beruntung itu.
Tentunya, tulisan ini tidak
menggeneralisasi bahwa seluruh masjid berlaku seperti ini. Saya yakin di
beberapa daerah di Indonesia sudah memiliki konsep seperti ini.
Artinya, mereka sudah tidak terjebak pada pemikiran bahwa masjid
hanyalah tempat menempa rohani saja, tetapi lebih dari itu, masjid
adalah pusat peradaban dan perkembangan kehidupan masyarakat. Akan
tetapi, kita juga tidak bisa memungkiri, berdasarkan pengalaman saya,
masih ada beberapa daerah dimana masjid-masjidnya hanya dijadikan untuk
mengasah hubungan vertikal saja, bukan interaksi horizontal.
Demikian.
Salam.
Komentar
Posting Komentar