Metro = NasDem; TVOne = Golkar; MNC = Hanura; Transcorp???
Akhirnya Hary Tanoesoedibjo (HT)
melabuhkan harapannya di Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Tepat pada
tanggal 17 Februari 2013, HT mengikrarkan diri untuk bergabung dengan
partai besutan Wiranto ini. Tak tanggung-tanggung, posisi sebagai ketua
Dewan Pertimbangan Hanura langsung ditempatinya. Wiranto dan kader
Hanura di seluruh negeri ini pun dibuat sumringah. Paling tidak, ada
amunisi baru yang dimiliki Hanura yang akan berjuang di pileg tahun
depan. Mungkin sosok HT belum sepopuler beberapa pesohor negeri ini,
tetapi kekuatan finansialnya itulah yang akan menjadi amunisi berharga
sekaligus darah segar bagi Hanura seperti yang disampaikan Wiranto.
Dengan bergabungnya HT ke Hanura, praktis stasiun TV yang bernaung di
bawah grup MNC (RCTI, MNC TV dan Global TV) sebagian besar akan
menyampaikan pesan-pesan politik Hanura setelah sebelumnya diisi oleh
iklan Partai NasDem.
Pileg 2014 sudah di depan mata.
Gerbong-gerbong partai menyusun strategi jitu. Miliaran bahkan triliunan
rupiah siap-siap digelontorkan. Kader dipaksa bekerja keras untuk
memenangkan partai dan jagoannya. Intinya, seluruh sumber daya yang
dimiliki harus dikerahkan semaksimal mungkin demi memenangkan
pertarungan menuju senayan.
Tanpa menafikan peranan sumber daya yang lain, link
yang terbangun antara partai dengan stasiun televisi tertentu akan
menjadi salah satu keuntungan terbesar. Dengan kepemilikan stasiun TV,
maka partai akan dengan mudah mempromosikan dirinya. Tentu saja, berita
yang diturunkan akan positif semuanya. Sebaliknya, partai-partai lain
harus siap-siap menghadapi berita-berita negatif yang disodorkan oleh
stasiun TV itu tanpa pernah bisa meng-counter. Semua itu, sekali lagi, hanya untuk menjamin perolehan suara partai yang tinggi.
Terkait dengan hal ini, kita sudah
sangat mafhum dan familiar dengan fakta bahwa Metro TV berafiliasi
dengan Partai NasDem. Siapa sangka Partai NasDem yang baru berdiri tahun
2011 sudah bisa menjadi salah satu pengganjal bagi partai-partai lama.
Survey membuktikan bahwa NasDem diprediksi bisa menjadi kuda hitam dalam
pertarungan di 2014 nanti. Inilah hasil kerja dari pemberitaan masif
nan positif dari Metro TV terhadap partai yang digawangi oleh Surya
Paloh ini.
Di kesempatan lain, seperti yang sudah
saya singgung di awal tulisan ini, HT akhirnya memilih Hanura untuk
melanjutkan karir politiknya. HT yang juga bos MNC Group ini bakal
menyediakan media semisal MNC TV dan Global TV demi untuk menyampaikan
pesan-pesan politik Hanura. Hal ini tentu tidak bisa dipungkiri. Dengan
bergabungnya HT, maka Hanura berbalik arah dari yang sebelumnya kurang
diperhitungkan menjadi kuda hitam baru. Bukan karena Wirantonya. Bukan.
Tetapi karena pemberitaan masif positif dari Hanura lah yang akan
mengubah pilihan sebagian rakyat Indonesia kepada partai ini.
Selanjutnya kita beralih kepada partai
Golkar. TVOne dan AnTV menjadi corong Golkar dalam menyuarakan segala
program-program yang telah dan akan dirilis demi merebut hati pemilih.
Walaupun kita mengetahui berbagai sejarah kelam dari Bakrie, salah
satunya kasus Lapindo, tetapi itu semua tak perlu dikhawatirkan karena
di depan kamera semuanya bisa berubah. Perbuatan jelek bisa menjadi baik
setelah dipoles sedemikian rupa oleh televisi. Yang awalnya pahlawan
justru bisa jadi pecundang karena televisi.
Nah, setelah Metro TV, TVOne,
RCTI, AnTV, MNC TV, dan Global TV sudah jelas kecenderungan politisnya,
masih tersisa 2 stasiun televisi besar di negeri ini yang sampai
sekarang masih netral yakni Trans7 dan TransTV. Ke-2 stasiun TV ini
bernaung di bawah bendera Transcorp yang dimiliki oleh salah seorang
pengusaha sukses Indonesia, Chairul Tandjung. Sosok Chairul Tandjung
sendiri sudah ratusan bahkan ribuan kali dibujuk rayu untuk masuk ke
dunia politik. Namun, saat ditanyakan apakah berniat masuk ke ranah
politik, si Anak Singkong ini justru mengatakan bahwa,
“Tidak. Karena di dunia politik ini, jika saya masuk dalam satu partai,
maka partai lain memusuhi saya. Politik itu kotor, lebih dekat ke
neraka daripada ke surga.” Dengan statement seperti ini,
sepertinya Chairul Tandjung dengan Transcorpnya belum mau masuk ke dalam
hingar-bingarnya ranah politik. Harapan untuk mendapatkan berita yang
seimbang pun masih ada.
Akan tetapi, pileg masih ada setahun
lagi dan pilpres masih ada 1,5 tahun lagi. Segalanya bisa terjadi.
Seluruh peluang coba dipetakan. Apa yang disampaikan hari ini belum
tentu menjadi patron untuk besok hari. Hari ini menyampaikan politik itu
kotor, tapi besok mungkin saja berubah menjadi politik itu “agak
kotor.” Besoknya menjadi politik itu “tak selalu kotor” dan seterusnya.
Saya pribadi mengharapkan Chairul Tandjung tetap dengan pilihannya
sebagai pengusaha dan jangan terbujuk untuk berafiliasi pada parpol
tertentu.
Akhirnya, dengan afiliasi yang begitu
kuat di antara stasiun televisi tertentu dengan partai politik, maka
sebagai rakyat hanya bisa berusaha sekuat tenaga untuk memfilter segala
informasi yang beredar. Sekali lagi, dengan polesan sederhana, media
pemberitaan dapat melaporkan hal baik menjadi hal buruk dan sebaliknya.
Yang awalnya pahlawan justru bisa jadi pecundang. Yang belum tersangka,
ternyata sudah dicap sebagai tersangka. Brain washing yang
dilakukan media secara tidak sadar telah menimpa kita. Penyebaran
informasi dikontrol sedemikian rupa demi kepentingan tertentu.
Ironisnya, sebagai masyarakat kita pun seolah “menikmati, pasrah dan
menerima mentah-mentah” seluruh informasi yang diberikan kepada kita.
Salam Brain Washing.
Masih ada juga Kompas TV, kak. Beberapa anchor kayaknya pindah ke sana karena lebih 'aman'. Atau Kompas ada tendensi politik ke salah satu partai juga?
BalasHapusYup. Masih ada SCTV, Indosiar, dan Kompas TV. Namun, saya sengaja mengangkat Transcorp karena dibandingkan dengan pemilik ke-3 channel tersebut, Chairul Tandjung lah yang lebih populer dan digadang2 sebagai capres. Dalam jurnalistik, subyektif itu sah2 saja. Yg tdk boleh adalah menyebarkan berita bohong. Saya yakin SCTV, Indosiar, Kompas TV, bahkan Transcorp punya kecenderungan terhadap sisi politik tertentu. Namun, mereka masih malu-malu untuk secara jelas dan terang menyebutkannya. Kecuali klo memang mereka golput. Hehe. Makasih udh mampir ya, Diena "Jeda Sejenak" Rifaah.
BalasHapus