Pertemanan Menjadi Mudah dengan Banyak Membaca
Ini adalah pengalaman saya pribadi. Hipotesanya pun dari saya sendiri. Hehe.
Banyak pakar yang menyatakan bahwa
komunikasi di awal pertemuan menjadi salah satu pilar penting dalam
menjalin hubungan baik dengan siapa saja. Mungkin sederhananya, kesan
pertama menjadi tahap awal penilaian apakah pertemuan ini akan dapat
dilanjutkan dengan persahabatan yang lebih dalam atau tidak. Terkait
dengan hal ini, maka muncul pertanyaan apakah semua orang bisa berlaku
seperti hipotesa di atas? Tentu saja. Biar bagaimanapun, setiap orang
punya jalan sendiri untuk membuka pertemanan dengan orang lain. Termasuk
saya. Bagi saya, akan lebih mudah membangun pertemanan di awal saat
kita mencoba keluar dari ranah pribadi kita dengan cara menyinggung
tentang daerah atau negara asal kenalan baru kita.
Nah, terkait dengan hal itulah,
sepertinya salah satu faktor pendukung utama dalam memunculkan suasana
apik dalam perjumpaan awal adalah kemampuan kita untuk menyiapkan
informasi yang sekedar “basa-basi” terkait dengan aspek diri dari sang
kenalan. Di sini berlaku sebuah kalimat “Semua orang akan senang
membicarakan diri pribadinya”. Jadi, disarankan pada awal pertemuan,
jangan terlalu fokus pada diri kita sendiri, tetapi cobalah untuk
berbasa-basi untuk berdiskusi banyak hal tentang lawan bicara kita.
Di titik ini, terkadang kita sangat
sukar untuk memulai pembicaraan “basa-basi” itu. Namun, Alhamdulillah
selama ini saya selalu diberikan kemudahan untuk membuka pembicaraan
pada persuaan pertama. Hal ini mungkin dikarenakan ketertarikan saya
pada dunia pengetahuan umum, geografi, sejarah, suka mengikuti
perkembangan dunia dan lain-lain yang berbau pengetahuan sosial,
walaupun latar belakang saya adalah seorang farmasis.
Dengan mengetahui sedikit tentang
negara-negara di dunia dan informasi yang terkait dengannya, maka
sedikit banyak saya bisa memulai pembicaraan dengan kenalan baru terkait
dengan daerah asalnya. Dan saya sudah membuktikan itu.
Sebagai contoh, saya bertemu dengan
seorang kenalan baru yang berasal dari Kenya. Sontak saat bercakap
pertama kali, maka saya dengan pede menanyakan, “Anda dari Nairobi atau
daerah lain di Kenya?” Sayapun melanjutkan, “Kenya adalah negara yang
terkenal di cabang olahraga lari, bukan?” Saat itu pula, kenalan baru
saya itu langsung memasang wajah senang karena ternyata negaranya
dikenal oleh saya yang notabene berasal dari Indonesia.
Di kesempatan lain, saya berkenalan dengan teman dari India. Nah, kalo yang ini nggak perlu
susah-susah. Cukup munculkan topik Bollywood, Three Idiots, New Delhi,
Mumbay, Taj Mahal, Sungai Gangga, dan Shahrukh Khan. Saat berkenalan
dengan teman dari Korea Selatan, saya pun langsung memasang wajah merona
dan langsung bertanya “Anda dari Seoul?”. Setelah itu, pertanyaan saya
mulai menyangkut K-Pop yang lagi populer itu. Wah, kenalan baru saya itu dengan senang hati menjelaskannya.
Untuk teman dari China, cukup dengan
Andy Lau, Jacky Chan, Beijing, Shanghai, dan Great Wall. Bahkan, pada
satu kesempatan, teman saya pun kaget karena saya dengan fasih menyebut
beberapa pemimpin China seperti Mao Zedong, Jiang Zemin, Hu Jintao, dan
presiden sekaran Xi Jinping. Saya pun berkenalan dengan teman dari Irak.
Saya pun bertanya tentang Saddam Husein dan presiden sekarang Nouri Al
Maliki. Saat seorang teman ingin berlibur ke Kepulauan Karibia, saya pun
langsung meluncurkan pertanyaan tentang Jamaica dengan Bob Marley-nya,
Trinidad & Tobago dengan petinju terkenalnya, Cuba, St. Vincent, dan
beberapa negara lain di laut Karibia. Ada juga teman dari Bangladesh.
Saya pun mulai bertanya tentang Dakka sebagai ibukotanya dan
perkembangan muslim di negara itu.
Kemudian, untuk teman baru saya yang
berasal dari Libya, maka saya mencoba berbasa-basi tentang Tripoli,
Moammar Khaddafi, dan kota Benghazi. Untuk Mesir, saya tidak terlalu
bingung untuk mengingat pengetahuan tentang negara itu. Sebut saja,
fir’aun, Kairo, Alexandria, piramida, sungai Nil, Hosni Mubarak, Moslem
Brotherhood, Kristen Koptik, Mohammed Morsi, dan beberapa pemain bola
dari sana. Teman dari Mongolia pun tidak luput dari pertanyaan saya
seputar ibukota negaranya, Ulanbator, dan sejarah Genghis Khan. Adapun
teman dari Afghanistan tidak jauh-jauh dari Hamid Karzai, Kabul,
Kandahar, serangan Sovyet dan Amerika, Taliban, dan lain-lain.
Di saat inilah, maka saya ingin
berterima kasih kepada guru-guru saya semasa di sekolah dulu dimana saat
itulah saya pertama kali bersinggungan dengan pelajaran ilmu
pengetahuan sosial. Di situ kami diharuskan menghafal ibukota negara dan
letak negara itu di benua apa sekaligus menunjukkan letak negara itu di
peta. Kami juga difamiliarkan dengan bendera-bendera setiap negara,
hal-hal yang menarik di setiap negara itu, sejarah peradaban, dan
lain-lain.
Saat itu, saya agak bosan juga dengan
semua mata pelajaran itu. Saya sempat berpikir, apakah nanti kalau
bekerja pertanyaan-pertanyaan ini akan muncul? Apakah pengetahun umum
seperti ini akan membantu saya mendapatkan pekerjaan yang layak? Namun,
dengan pelajaran yang saya alami sekarang, saya meyakini bahwa semua
ilmu yang kita pelajari pasti akan menunjukkan peranannya dalam hidup
kita. Terlepas apakah peranan itu besar atau kecil.
Intinya, saya mensyukuri bahwa saya
tidak menemui kesulitan untuk mencari bahan pembicaraan jika bertemu
dengan orang baru. Mereka pun dengan senang menjelaskan tentang
negaranya (siapa sih yang nggak senang jika negaranya dikenal orang lain).
Salam IPS.
Komentar
Posting Komentar