Cinta Bersemi di Prajabatan
Ini bukan kisah saya. Ini kisah teman saya.
Beberapa minggu yang lalu, saya
mendapatkan undangan pernikahan 2 orang teman saya. Mereka akan menikah
pada hari Sabtu (23/2/2013) di Jakarta. Namun, karena kondisi yang tidak
memungkinkan, saya pun tidak bisa menghadiri acara tersebut. Teriring
doa dan salam atas ketiadaan waktu untuk menyaksikan mereka menjadi raja
dan ratu sehari.
Sejarahnya, ke-2 teman saya ini baru
intens bertemu, bercakap-cakap dan bercengkrama saat keduanya mengikuti
prajabatan sekitar bulan Maret 2012 yang diadakan di Sawangan, Depok.
Mereka berdua memang bekerja di kantor yang sama, tetapi karena luasnya
area kantor yang mereka tempati, mereka pun tidak sempat bercakap secara
mendalam satu sama lain. Alhasil, mereka berdua baru bisa memiliki
waktu terbaik untuk saling mengenal lebih dalam saat prajabatan
berlangsung. Waktu senggang yang kurang selama kegiatan tidak
menghalangi rasa itu untuk terus tumbuh. Kalau bisa untuk digambarkan
perasaan hati mereka, terutama sang pria, mungkin mereka akan mengatakan
, “Jangankan prajabatan, gunung pun akan kudaki, lautan akan
kuseberangi, tiang listrik akan kupanjat, Monas pun akan kunaiki yang
penting bisa bertemu sang pujaan hati. Ah…tentu dengan rona wajah memerah dan malu.
Rangkaian peristiwa yang begitu cepat
dan membahagiakan itu akhirnya bermuara di sebuah janji suci yang
dirajut ke-2 teman saya ini. Sebuah janji sakral yang akan
dipertanggungjawabkan sampai hari akhir nanti. Yah…mereka telah
bersepakat untuk mengarungi kehidupan rumah tangga bersama demi untuk
mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Amin.
Terlepas dari itu semua, beberapa orang
memang mengatakan bahwa prajabatan biasanya menjadi pintu gerbang dimana
Allah mempertemukan dua anak manusia. Tidak sekali ini saya mendengar,
melihat, ataupun menerima undangan dari calon mempelai dimana cinta
mereka bersemi saat prajabatan berlangsung. Sudah beberapa kali pula
saya mendengar cerita bahwa ada beberapa pasangan yang akhirnya saling
berjanji untuk hidup bersama justru setelah mereka berada di prajab yang
sama. Entah mengapa prajabatan yang sedianya menjadi momen pelatihan
untuk menanamkan prinsip-prinsip PNS yang baik, justru tidak sedikit
menjadi momen bersejarah nan membahagiakan bagi sebagian orang karena
ternyata jodohnya ada di antara peserta kegiatan. Dan sepertinya, kesan
ini seakan sudah melekat dengan prajabatan. Bahkan, sewaktu saya akan
mengikuti prajabatan Maret lalu, saya pun sudah diwanti-wanti agar
mempersiapkan hati karena biasanya di prajab bisa saja saya menemukan
tulang rusukku yang hilang itu. Hehe.
Prajabatan sendiri adalah salah satu
kegiatan yang wajib diikuti oleh seluruh Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS). Semua yang masih berstatus CPNS pasti akan menjalani yang
namanya prajabatan sebagai salah satu persyaratan agar statusnya bisa
menjadi PNS, tanpa huruf C di depan. Tanpa mengikuti kegiatan ini, maka
niscaya gaji yang diterima per bulan hanya 80% dari total gaji yang
seharusnya diterima sesuai dengan pangkat. Selama belum mengikuti
prajab, maka selama itu pula nasib sebagai CPNS akan terkatung-katung
tak menentu ibarat buih di lautan. Hehe.
Kegiatan ini berlangsung kurang lebih 3
minggu. Dalam rentang waktu tersebut, puluhan materi pun disajikan
kepada para CPNS yang menjadi peserta kegiatan. Harapannya tentu untuk
memberikan gambaran seperti apa PNS terbaik yang benar-benar pantas
bertugas sebagai abdi negara. Tidak hanya mendengarkan materi, tetapi
juga para CPNS akan dilatih untuk disiplin seperti bangun jam 4.30 pagi,
olahraga, waktu makan dipaskan jadwalnya sesuai anjuran kesehatan,
waktu ngemil pun ada, tidur jam 12.00 atau setelah tugas yang
diberikan selesai dikerjakan, tapi sayang seribu sayang…waktu istirahat
kurang.
Nah, saya pikir di sinilah letak penjelasan ilmiah atas pertanyaan saya sebelumnya.
Karena masih berstatus CPNS, maka
sebagian besar (tidak semuanya) peserta prajab adalah para pemuda dan
pemudi. Mengapa? Karena tentunya banyak lembaga pemerintah yang lebih
mengutamakan anak-anak muda yang gagah, cantik, dan energik untuk
mengisi kekosongan posisi yang ada dengan harapan bisa menjalankan tugas
dengan baik nantinya. Hal ini dapat dimaklumi karena memang tantangan
ke depan akan lebih berat dan butuh energi lebih untuk menghadapinya.
Kemudian, setelah lulus seleksi, maka
didapatkanlah status CPNS. Walau masih CPNS, tetapi gaji 80% sudah
diberikan. Dengan kondisi ini, maka setiap peserta prajab pasti sudah
saling mengetahui bahwa teman-teman mereka sudah punya sumber
penghasilan tetap. Nah, jika sudah seperti ini, lengkaplah sudah…! Muda, gagah, energik dan berpenghasilan. Maka, gayung pun bersambut.
Awalnya masih malu-malu karena baru fase
perkenalan (minggu I). Waktu terus berjalan. Minggu II mulai tahap
penjajakan. Di fase ini, mulai terbangun komunikasi intens antar ke-2
belah pihak. Minggu terakhir, minggu III, mulai berbicara lebih serius
karena ini adalah saat-saat kritis sebelum prajab berakhir. Jika
ternyata bersepakat, maka pas selesai prajab, langsung hubungi orang
tua, penyewaan tenda, katering, dan penghulu. Itu alamat bahwa semuanya
bakal berjalan mulus sampai ke jenjang pernikahan. Dan sekali lagi
sejarah pun berulang. Ah…bahagianya…!
Akhirnya, selamat buat ke-2 teman saya.
Mohon maaf tidak bisa hadir ke pernikahan kalian. Semoga langgeng dalam
berkeluarga. Dikaruniakan anak yang sholeh-sholehah, cerdas, sehat, dan
bisa menghafal Al Qur’an. Yang bisa membuat bangga orang tua dan
keluarga.
Salam prajab.
Komentar
Posting Komentar