Pernyataan Mahfud Pun Dipelintir Media
Waduh…saya semakin bingung
melihat ketidakakuratan berita yang disajikan media akhir-akhir ini.
Entah karena sengaja atau tidak, yang pasti ada pihak-pihak yang
dirugikan dari kinerja tidak memuaskan dari para awak media untuk
mencari berita.
Berita teranyar adalah dugaan pengutipan
secara salah dari pernyataan seorang Mahfud MD oleh wartawan salah satu
tabloid. Sebagaimana berita yang beredar, Mahfud MD mengatakan bahwa
penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus Hambalang
adalah peristiwa politik. Atas dasar pernyataan inilah, maka kecaman pun
muncul dari berbagai pihak. Di dunia maya, termasuk Kompasiana, puluhan
tulisan pun diturunkan oleh para kompasianer untuk membahas hal ini.
Banyak pihak yang tidak sepakat dan sebagiannya lagi mengiyakan
pernyataan pelintiran ini.
Sebagaimana dilansir koran-sindo.com, Mahfud MD akhirnya menurunkan tulisan terkait dengan pernyataannya tersebut. Dalam tulisannya, Mahfud mengatakan, “Sebuah
media berbentuk tabloid awal pekan ini menulis berita yang mengutip
secara salah dari pernyataan saya.Entah disengaja, entah karena
keteledoran, atau karena ketidakpahaman, yang jelas hanya wartawan
tabloid itulah yang menulis: “Menurut Mahfud, penetapan Anas sebagai
tersangka adalah peristiwa politik.”
Lebih jauh, Ketua MK ini menjelaskan, “Padahal
saat itu saya mengatakan, “Ada yang menilai bahwa penetapan Anas
sebagai tersangka adalah peristiwa politik, sedangkan saya melihat ini
soal hukum.” Jadi kata-kata “ada yang menilai” dan sambungan pernyataan
saya saat itu dihilangkan dari berita itu. Maka itu, ada yang menuduh
saya membela tersangka korupsi karena pertemanan atau korps ke- HMI-an.
Kenyataannya ada yang menilai kasus itu sebagai peristiwa politik
karena faktanya ada yang meminta Anas dilepaskan karena dinilai
penetapannya sebagai tersangka merupakan rekayasa Istana.”
Nah, bingung kan?
Mana sih yang benar? Apakah media tersebut yang salah ataukah Mahfud yang mulai berkilah macam-macam?
Secara pribadi, setelah melihat sosok
Mahfud yang lurus dan kemudian membandingkannya dengan tren media yang
memuakkan, saya berkesimpulan bahwa sepertinya awak media itulah yang
ceroboh menurunkan berita. Mungkin juga ini disengaja. Who knows?
Intinya, menilik perilaku media sekarang ini memang membuat perasaan semakin tidak menentu. Dalam tulisan saya sebelumnya,
terlihat jelas kesubyektifan media dalam menyajikan berita untuk
disantap publik. Tentu saja hal ini sah-sah saja. Namun, yang sangat
disayangkan jika berita yang diturunkan justru sudah mengarah kepada
pembohongan publik, seperti kasus Mahfud di atas. Lagi-lagi masyarakat
yang menjadi korban. Memang harus diakui bahwa tingkat penerimaan
informasi oleh masyarakat begitu tinggi. Ironisnya, penyerapan informasi
itu tidak dibarengi dengan filterisasi. Walhasil, informasi itu dengan
mantap menghujam hippocampus tanpa pernah bisa lagi diklarifikasi.
Salam pelintir.
Komentar
Posting Komentar